Kamis, 10 Juli 2014

Kemenangan Rakyat (Suara Pembaruan 10 Juli 2014

Kemenangan Rakyat Iding R. Hasan* Pesta telah usai. Sebagian besar rakyat Indonesia sejak pagi berbondong-bondong ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan pilihannya masing-masing. Tampaknya ada kegembiraan sekaligus kegairahan yang besar dari mereka untuk ikut menentukan siapa pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan memimpin Indonesia untuk periode 2014-2019. Hasil pemilihan presiden (pilpres) pun sudah dapat diketahui. Penghitungan sebagian besar lembaga survei (quick count) menempatkan pasangan Jokowi Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sebagai pemenang. Hanya sebagian kecil lembaga survei yang menyatakan Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasalah yang menang. Namun, kalau melihat pada rekam jejak lembaga-lembaga survei tersebut, sulit dimungkiri bahwa pasangan nomor urut dualah yang akan menjadi pemenang Pilpres 2014 meski kepastiannya masih harus menunggu hasil hitung manual oleh KPU Setiap hajatan pemilahan umum, baik yang berskala lokal maupun nasional, selalu menyisakan residu kekalahan yang berbentuk rasa ketidakpuasan dari pihak yang mengalami kekalahan tersebut. Apalagi kalau pemilihan tersebut hanya melibatkan dua kontestan seperti Pilpres 2014 yang baru usai ini, yakni Pasangan Prabowo-Hatta dan Pasangan Jokowi-JK. Potensi terjadinya perpecahan atau konflik antar kedua belah pihak tersebut jelas cukup besar. Satu hal yang tidak dapat dimungkiri bahwa fenomena dukung mendukung pada kedua pasangan tersebut sungguh luar biasa. Bahkan dalam derajat tertentu, dukungan tersebut kerap tersajikan dengan fanatisme yang berlebih sehingga cenderung menghalalkan segala cara demi mendukung pasangan pujaannya. Maka, tidak heran, berbagai kampanye hitam (black campaign), fitnah dan sebagainya saling dilancarkan oleh masing-masing kubu. Tentu saja jika fenomena dukung mendukung yang tidak sehat tersebut dibiarkan terus berlanjut sampai pasca pilpres, terutama di kalangan pihak yang kalah, maka potensi konflik horizontal bisa saja terjadi. Hal seperti ini tidak sedikit terjadi dalam beberapa pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah daerah di Indonesia. Setidaknya, hubungan antar kedua pendukung pasangan tersebut akan tetap memanas. Menurut hemat penulis, untuk mengurangi potensi konflik pasca pilpres, setidaknya ada dua hal kunci yang mesti dilakukan. Pertama, pihak yang kalah harus segera mengucapkan selamat minimal untuk sementara pada pihak yang menang sebagai konsekwensi dari deklarasi semua pasangan “siap menang dan siap kalah.” Ini merupakan budaya politik yang sangat baik dalam konteks demokrasi yang semestinya ditradisikan dalam politik Indonesia. Kalau para elite politik di negeri ini berkomitmen untuk merawat tradisi politik yang baik ini, besar kemungkinan rakyat pun akan mengikutinya. Berbagai konflik pasca pilkada selama ini justeru dipengaruhi oleh sikap para elitenya yang membiarkan pendukungnya melakukan anarkisme karena merasa tidak puas dengan hasilnya. Jika pasangan Prabowo-Hatta melakukan hal tersebut, malah akan berdampak bagus bukan saja bagi konteks politik Indonesia, tetapi juga bagi dirinya sendiri. Secara konteks politik, pasangan ini akan dianggap ikut melembagakan budaya politik yang baik ini dan secara pribadi akan dipandang orang-orang yang berjiwa besar yang tentu saja akan mendapatkan respek dari semua kalangan. Mengucapkan selamat pada pemenang bukan berarti pihak yang kalah mengabaikan masalah hukum. Tentu saja jika ada dugaan terjadi kecurangan dalam pilpres, harus ditindaklanjuti melalui proses hukum. Maka, sembari mengucapkan selamat pada pemenang tetapi juga mengatakan bahwa proses hukum harus ditunggu. Itulah yang pernah dilakukan Al-Gore pada saat dikalahkan oleh Geroge W. Bush pada Pilpres AS karena selisih antar keduanya begitu tipis. Kecenderungan seperti ini dalam Pilpres 2014 sangat besar karena, seperti diprediksi sebelumnya oleh berbagai lembaga survei, selisih perolehan suara antar kedua pasangan sangat tipis. Jelas akan sangat mudah bagi pasangan yang kalah untuk melontarkan tuduhan adanya kecurangan. Maka, apa yang dilakukan Al-Gore bisa dijadikan rujukan oleh pasangan tersebut. Namun sayangnya, tidak ada ucapan selamat dari Pasangan Prabowo-Hatta pada Pasangan Jokowi-JK dalam pernyataan Prabowo pasca pemilihan. Bahkan sebaliknya ia mengklaim sebagai pemenang dengan mengacu pada hasil hitung cepat beberapa lembaga survei yang dipegangnya. Tentu saja ini menjadi preseden yang kurang baik bagi demokrasi di negeri ini. Kedua, bagi pihak yang menang, tidak perlu ada eforia yang berlebihan. Cukup bersyukur dan berterima kasih pada seluruh rakyat Indonesia karena merekalah yang menjadikan mereka pemenang. Dan yang terpenting adalah segeralah merangkul pasangan yang kalah. Akan sangat indah jika pasangan yang menang mendatangi kediaman pasangan yang kalah sehingga silaturahim politik antar keduanya tetap terjalin. Tentu ini akan menjadi teladan yang akan diteladani oleh para pendukungnya di kalangan bawah. Pemilu untuk Bangsa Satu hal yang perlu ditegaskan bahwa pilpres yang baru saja diselenggarakan ini adalah pemilu untuk segenap bangsa dan rakyat Indonesia. Pilpres diselenggarakan semata-mata untuk mendapatkan sosok pemimpin Indonesia yang dapat menjadikan negeri ini lebih baik dari berbagai aspeknya di masa depan. Dan pemimpin itu adalah pemimpin untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk golongan tertentu saja. Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari bahwa ketika pemilu telah digelar, maka selesai pula semua urusan pemilihan tersebut, terutama yang terkait dengan dukung mendukung pada pasangan tertentu. Saatnya semua rakyat Indonesia untuk memberikan dukungan sepenuhnya kepada pasangan presiden dan wakil presiden yang terpilih secara sah. Jika kemarin mati-matian mendukung pasangan tertentu bahkan sampai harus melupakan hubungan pertemanan dan keluarga, sejak 9 Juli ini semua itu harus ditinggalkan. Perbedaan pandangan hanya boleh terjadi pada saat sebelum dan sampai waktu pemilihan. Namun setelah itu, tidak ada lagi alasan untuk berbeda atau tidak mendukungan pasangan yang menang. Karena kemenangan yang sesungguhnya dalam pilpres ini adalah kemenangan rakyat. Inilah sebenarnya kesejatian demokrasi. Bahwa demokrasi itu bagi semua orang. Dan semua orang di negeri in, tak peduli siapa pasangan yang didukung sebelumnya, harus merasakan kegembiraan dengan pesta demokrasi ini. *Penulis, Dosen Komunikasi Politik FISIP UIN Jakarta dan Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute.